Jumat, 23 September 2016

KITAB SUCI



Bible berasal dari kata Yunani, biblos atau biblon. Kita mengenal kata ‘bible‘ dalam artinya sekarang dari St. Hieronimus di abad ke-4, yang menyebutnya sebagai “the Holy Books“, atau “the Books“, ta biblia. Persamaan kata dari the Holy Bible adalah the Holy Scriptures, yang mengacu kepada kitab-kitab yang dikenal sebagai sabda Allah yang merupakan satu kesatuan dalam kesinambungan ilahi.




Unik dalam penulisannya, unik dalam pelestariannya 

Sejak dari penulisannya sampai juga kepada pelestariannya, Kitab Suci mempunyai ciri khasnya tersendiri, yang tidak dimiliki oleh buku-buku lainnya. Ke- 73 kitab dalam Kitab Suci ditulis dalam rentang waktu berabad-abad, sekitar 1600 tahun, yang ditulis oleh sekitar 50 orang yang berbeda dari negara ataupun tempat yang berbeda. Namun semuanya menuliskan rencana keselamatan Allah yang mengacu dan mengerucut kepada Kristus. Kitab-kitab Perjanjian Lama menjabarkannya secara samar-samar, entah melalui nubuat maupun gambaran tokoh-tokohnya, namun kitab-kitab Perjanjian Baru menyampaikan penggenapannya secara jelas dan sempurna, di dalam Kristus Sang Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. Koherensi atau keselarasan semua bagian dari kitab-kitab ini yang ditulis oleh banyak penulis yang berbeda sepanjang rentang abad yang cukup panjang- sekitar 17 abad ini- membuktikan bahwa kitab ini bukan semata karya tulis manusia, namun Allah sendiri-lah yang menginspirasikan penulisannya.

Dalam bahasa apa Kitab Suci ditulis ?

Secara umum terdapat tiga bahasa asli Kitab Suci:


1. Bahasa Ibrani, digunakan dalam kitab-kitab yang berasal dari tradisi Yahudi. Penemuan Dead Sea Scroll semakin memperkuat hal itu. Komunitas Essenes masih menggunakan bahasa Ibrani dalam naskah kitab-kitab mereka.

2. Bahasa Aram, yang berkaitan dengan bahasa Semitik, yaitu dialek bahasa Ibrani sehari-hari. Kitab yang ditulis dalam bahasa Aram adalah Injil Matius yang mula-mula, beberapa kitab Esdras (Ezra), Daniel dan Yeremia.

3. Bahasa Yunani, yang telah digunakan di zaman sesaat sebelum zaman Kristus -seperti yang digunakan dalam Kitab kedua Makabe dan Kebijaksanaan Salomo- dan juga di zaman Kristus dan setelahnya, sehingga kemudian kitab-kitab Kristiani di abad-abad awal ditulis dalam bahasa Yunani.

Cara penulisan Kitab Suci juga berbeda-beda dari abad yang berbeda. Tulisan Ibrani kuno tidak sama dengan tulisan Ibrani di zaman sekarang. Dalam tulisan Ibrani kuno tidak ada tanda-tanda dan titik yang menunjukkan adanya huruf hidup. Sedangkan tulisan Yunani dalam teks-teks Kitab Suci lebih mirip dengan tulisan Yunani yang dikenal sekarang, hanya saja pada teks asli tersebut, para penyalin tidak menyisakan spasi ataupun pemenggalan, sehingga sering menimbulkan kesulitan tersendiri untuk membacanya, ataupun untuk menurunkannya ke abad-abad berikutnya.

Pada bahan apa Kitab Suci yang asli ditulis? 

 Terdapat dua bahan material yang digunakan untuk menuliskan teks Kitab Suci: Yang pertama adalah papyrus, yaitu semacam batang rumput ilalang Mesir, yang diratakan dan gabungkan dengan coating, menjadi asal usul pembuatan kertas. Material ini lebih murah, namun lebih tidak tahan lama. Yang kedua adalah bahan dari kulit binatang, yang sering dikenal dengan sebutan parchment/vellum. Bahan ini lebih tahan lama. Awalnya baik papyrus maupun vellum digabungkan menjadi gulungan (disebut scroll), namun kemudian berkembang penulisan pada lembaran vellum yang disatukan menjadi bentuk buku, dan ini disebut codex. Penyusunan menjadi codex ini sudah dimulai di abad kedua sebelum Masehi, namun kemudian menjadi populer di zaman umat Kristen.




Kesimpulan: Kaitan tak terpisahkan antara Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja 


 Pemahaman akan asal usul terbentuknya Kitab Suci harusnya semakin membantu kita untuk mengakui bahwa sesungguhnya Kitab Suci (yaitu ajaran Kristus dan para Rasul yang dituliskan), tidak terpisahkan dari Tradisi Suci (ajaran lisan dari Kristus dan para Rasul). Sebab Kitab Suci berasal dari ajaran lisan dari Kristus dan para Rasul, yang kemudian dituliskan, atas dasar kemampuan memori dari para penulisnya, dan juga pertama-tama atas dorongan Roh Kudus. Dengan kata lain, Kitab Suci mengambil sumbernya dari Tradisi Suci yang telah hidup dan berakar dalam jemaat perdana. Maka, tidak menjadi masalah, jika faktanya teks Kitab Suci yang asli/ original kemungkinan sudah punah di abad kedua, sebab ajaran yang terkandung di dalam Kitab Suci sudah ada, tetap hidup dan dilestarikan dalam kehidupan Gereja. Hal ini terlihat dari banyaknya teks Kitab Suci yang dikutip dalam tulisan para Bapa Gereja yang hidup di abad-abad awal tersebut. Inilah yang menyebabkan Kitab Suci dapat terus diturunkan dan dituliskan dengan tingkat akurasi yang tinggi, walaupun salinannya baru dapat ditemukan di abad berikutnya (sejumlah salinan teks ditemukan di tahun 130, atau mayoritas teks ditemukan dalam codices yang umumnya berasal dari abad ke-4). Selanjutnya terbentuknya Kitab Suci juga tidak dapat dipisahkan dari proses penentuan kanonnya. Sebab tidak semua dari karya tulis di abad-abad pertama dapat dikatakan sebagai karya yang diinspirasikan oleh Roh Kudus. Magisterium Gerejalah – pertama kali oleh Paus Damasus I- yang pada tahun 382 menentukan kitab-kitab mana yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, sehingga termasuk dalam kanon Kitab Suci. Maka Kitab Suci yang kita ketahui sekarang, berasal dari Magisterium Gereja Katolik.

0 komentar:

Posting Komentar